SELAMAT DATANG DI SITUS YAYASAN ARRAFIIYAH - MEDIA SILATURAHMI, INFORMASI DAN KOMUNIKASI UNTUK MENGGAPAI RIDHO ILAHI

Senin, 30 Agustus 2010

METODE PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Berikut ini adalah macam-macam metode pembelajaran, semoga isinya bermanfaat.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi…..

Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Problem Solving

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing

Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning

Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

12. SAVI

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tournament)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:

a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan

b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.

c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.

Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)

Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)

Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

16. TAI (Team Assisted Individualy)

Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

17. STAD (Student Teams Achievement Division)

STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

18. NHT (Numbered Head Together)

NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

19. Jigsaw

Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

20. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

21. GI (Group Investigation)

Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

22. MEA (Means-Ends Analysis)

Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

23. CPS (Creative Problem Solving)

Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

24. TTW (Think Talk Write)

Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)

Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)

Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)

Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)

SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

29. MID (Meaningful Instructionnal Design)

Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

30. KUASAI

Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

31. CRI (Certainly of Response Index)

CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.

32. DLPS (Double Loop Problem Solving)

DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.

Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)

DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)

Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

35. IOC (Inside Outside Circle)

IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

36. Tari Bambu

Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

37. Artikulasi

Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

38. Debate

Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.

39. Role Playing

Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

40. Talking Stick

Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

Sabtu, 14 Agustus 2010

SOLUSI MASALAH PENDIDIKAN ADA DI TANGAN ORANG TUA

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Kalau kita sedikit mempelajari sejarah serikat buruh di manca negara, kita bisa tahu bahwa demi kesejahteraan bersama, para pekerja bergabung dan menyatu di dalam sebuah serikat buruh.

Awalnya, mereka memang dilawan oleh pemerintah (dengan menggunakan polisi untuk memukuli mereka). Mereka juga dilawan oleh pemilik perusahaan, yang siap terima kerugian besar dengan menutup pabriknya, asal berhasil memecah-belahkan pekerja yang berprotes.

Di Inggris, ada sejarah mogok kerja satu kelompok yang berlangsung lebih dari 1 tahun lamanya. Para pekerja tidak mau kalah dan pemerintah/pengusaha juga tidak mau kalah.

Sejarah membuktikan bahwa walaupun menggunakan semua cara (polisi, ancaman hukum, pemerasan, ancaman fisik, sogokan, pemukulan, dll.) pemerintah pada akhir hari tetap kalah.

Kenapa?

Karena industri hanya ada selama ada pekerja. Tanpa pekerja, tidak ada industri. Yang namanya CEO atau direktur bukanlah orang yang membuat barang di pabrik. Sejarah serikat ini menunjukkan bahwa kalau suatu kaum benar2 kompak dan menuntut haknya, tanpa mundur, mereka insya Allah akan memang. Atau minimal bisa dikatakan mereka mempunyai kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemerintah/pengusaha supaya mendapat hasil yang saling menguntungkan daripada menguntungkan satu pihak dan sangat merugikan yang lain.

Karena Indonesia belum melewati tahap perkembangan ini (satu bagian dari perkembangan demokrasi di manca negara), maka mayoritas dari pekerja di sini belum pernah bergabung dalam suatu serikat. Karena itu, orang tua biasa tidak punya konsep ini di dalam benak mereka. Mereka tidak berfikir untuk mogok. Mereka tidak berfikir untuk turun ke jalan dengan aksi damai dan menuntut haknya. (Sering dianggap tugas mahasiswa saja).

Menurut saya, hanya cara inilah yang paling mungkin memberikan hasil yang nyata dalam waktu dekat. Kalau menunggu partai politik yang bersih dan peduli mendapatkan kekuasaan di pemerintah, maka kita harus menunggu terlalu lama.

Bayangkan saja:

Senin depan, semua orang tua di seluruh Indonesia menolak bekerja/masuk kantor (selain fungsi umum yang penting/darurat – dokter, polisi, dll.) Semua pekerja biasa yang juga orang tua, dengan rukun, tetap di rumah dan tidak bekerja. Atau sekaligus, menghadiri demo rakyat 1 juta orang di semua jalan raya di semua kota.

Tututan orang tua hanya satu: pendidikan yang layak dari pemerintah untuk semua anak bangsa sekarang juga.

Kalau tuntutan tidak diterima, bulan depan orang tua janji mogok kerja lagi, tetapi untuk 3 hari, dan seterusnya. Kerugian negara bisa berapa untuk satu hari saja? Apakah mungkin pemerintah tidak takut dan abaikan aksi seperti ini? Saya yakin tidak mungkin.

Pengusaha pasti marah besar, dan mungkin juga ada sebagian orang yang dipecat, diancam akan dipecat, atau kena hukuman yang lain. Tetapi walaupun tingkat suksesnya hanya 60%, pemerintah pasti takut pada massa yang begitu kompak. Mereka pasti takut dilengserkan oleh rakyat yang menolak pemerintah. Ini yang terjadi pada Presiden Marcos di Filipina. Dia dijtatuhkan karena orang biasa turun ke jalan dan berdiri depan tentara. Mereka menolak Marcos karena inginkan perubahan. Ternyata, tentara ikut bersimpati pada mereka dan tidak bertindak. Akhirnya Marcos kabur ke luar negeri. (Kemarin di Myanmar aksi yang sama dimulai, tetapi tentara bertindak terhadap rakyat. Sayangnya, rakyat cepat kalah dan tidak mau teruskan perjuangannya.)

Dengan tindakan seperti ini, pemerintah akan sadar bahwa masyarakat TIDAK MENERIMA kelalaian mereka di bidang pendidikan. Tetapi masalah utama adalah masyarakat Indonesia belum berani untuk ambil tindakan seperti ini (berarti masih siap menerima kelalaian pemerintah). Di sini lebih banyak orang takut pada pemerintah daripada berani ambil risiko demi masa depan anak mereka dan semua anak bangsa sekaligus. Dan tindakan seperti ini hanya bisa berhasil kalau ada rasa perjuangan bersama, di mana semua orang tua saling peduli pada yang lain.

Saat ini, kalau anak tetangga putus sekolah, belum tentu kita peduli. Paling kita mengatakan sedih, dan tetap beli mobil baru, naik haji, bikin pesta pernikahan buat anak kita yang habiskan 200 juta, dan seterusnya. Belum ada rasa komunitas. Belum ada rasa “sama-sama punya anak, sama-sama peduli pada anak orang lain”.

Orang kaya peduli pada anak mereka saja. Mungkin orang miskin ingin mendapatkan kesempatan korupsi juga di kantor supaya anaknya bisa mendapatkan kesempatan yang sama dengan anaknya orang kaya. Tidak ada rasa komunitas. Tidak ada rasa saling peduli. Semua orang bertindak sendiri-sendiri, dan komplain sendiri-sendiri.

Kalau kita menjatuhkan beberapa tetes air mata di atas kepala pemerintah dan pejabat, kepala mereka menjadi sedikit basah dan cukup dilap dengan tisu. Lalu dilupakan. Kalau 100 juta orang tua menjatuhkan tetesan air mata mereka di atas kepala pemerintah pada saat yang sama, hasilnya adalah banjir raksasa. Mana mungkin diabaikan?

Orang tua harus bersatu dan menyusun strategi untuk melawan kebijakan pemerintah yang abaikan hak anak bangsa. Kalau tidak, tidak akan ada perubahan.

PENGERTIAN PENDIDIKAN

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih moderan. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia.

Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan konsep dan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.

Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, Pendidikan berasal dari kata "didik", Lalu kata ini mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik" artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Menurut bahasa Yunani : pendidikan berasal dari kata "Pedagogi" yaitu kata "paid" artinya "anak" sedangkan "agogos" yang artinya membimbing "sehingga " pedagogi" dapat di artikan sebagai "ilmu dan seni mengajar anak".

Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Wikipedia, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Dari pernyataan diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

IJTIHAD PENDIDIKAN DI ERA GLOBAL

Oleh H. Akbar
Keua Yayasan Arrafiiyah

Di Era globalisasi seperti sekarang ini, dalam menjalani ketatnya persaingan dunia tentunya membutuhkan berbagai terobosan baru untuk mengarungi kehidupannya, terlebih-lebih di dunia pendidikan. Sebab bagaimanapun juga pendidikan merupakan salah pilar dan fondasi yang terpenting dalam membangun peradaban suatu negara. Kesadaran akan arti pentingnya suatu pendidikanlah, yang pada akhirnya akan menentukan kualitas dan kuantitas kesejahteraan baik berupa lahir, batin mapun masa depan rakyatnya.

Selain itu, pendidikan juga sangat dibutuhkan untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang handal dan berkompetensi di dunia luar, sehingga mampu untuk bersaing dan berkompetensi dengan bangsa-bangsa lain. Sebagai suatu entitas yang terkait dalam budaya dan peradaban manusia, pendidikan di berbagai belahan dunia mengalami perubahan yang mendasar dalam era globalisasi. Berbagai sitem kebijakan dan metode yang digunakan mengalam perombakan. Dan dalam perombakan tersebut, ada banyak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa dinikmati umat manusia.

Namun sangat berbeda dengan pendidikan di Indonesia. meskipun berbagai sistem dan kebijakan sudah pernah diterapkan, sayangnya seiring dengan perubahan berbagai kebijkan kurikulum ataupun model di dunia pendidikan tersebut, banyak menyisakan berbagai pertanyaan di benak masyarakat. Sebab dari sekian banyaknya perubahan kebijakan tersebut, bukan kemajuan seperti negara-negara lain yang dicapai, namun justru sebaliknya. Berbagai kemrosotan dan kesengsaraan justru melanda pendidikan Indonesia. Pendidikan di Indonesia bagaikan sebuah kapal yang terombang-ambing ditengah derasnya ombak, tidak menentu dan tidak jelas arah tujuannya.

Dalam dinamika globalisasi, anak-anak bangsa tercecer dalam berbagai sekolah yang beragam menurut latar belakang sosio-ekonomi yang berbeda. Negara belum mampu memberikan kesempatan yang adil bagi semua anak bangsa untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu. Bahkan, hingga sampai saat ini, pemeritah belum mampu untuk melakukan pembenahan yang signifikan dan terpadu untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan tingkat pendidikan tinggi.

Hal semacam itu masih diperparah lagi dengan adanya otonomi pendidikan yang secara tidak langsung membawa implikasi hak dan kewajiban instansi pendidikan untuk mengatur pengelolaannya sendiri termasuk mencari sumber-sumber pendapatan. Konsekuensi logis dari otonomi, sehingga menuntut instansi pendidikan seakan-akan diuji untuk berlomba membuka program baru atau menjalankan strategi penjaringan para siswa didiknya untuk mendatangkan dana. Sehingga dengan sendirinya kebijakan semacam ini akan membuat pendidikan sebagai wahana untuk mencari keuntungan secara individualistik dan komoditas pendidikan.

Berkurangnya tanggung jawab pemerintah dalam pembiayaan pendidikan mengarah pada gejala privatisasi pendidikan. Dikotomi sekolah negeri dan swasta menjadi kabur dan persaingan antarsekolah akan makin seru. Akibat langsung dari privatisasi pendidikan yakni terjadinya pengklarisifikasian siswa berdasarkan status sosio-ekonomi yang disandangnya. Sehingga pemisahan antara siswa dari keluarga miskin dan kaya akan makin mencolok dan kukuh.


Reformasi Pendidikan

Sudah tidak menjadi rahasia lagi, bahwa memang pada dsarnya pendidikan di Indonesia sudah menjadi komoditas yang makin menarik. Suatu fenomena menarik dalam hal pembiayaan pendidikan menunjukkan gejala industrialisasi sekolah. Bahkan beberapa sekolah mahal didirikan dan dikaitkan dengan pengembangan suatu kompleks perumahan elite. Sekolah-sekolah nasional plus di kota-kota besar di Indonesia dimiliki oleh para bisnisman tingkat nasional dan didirikan dengan mengandalkan jaringan multinasional berupa adopsi kurikulum dan staf pengajar asing. Pendidikan di Indonesia telah berubah menjadi komoditas untuk memperkaya diri sendiri.

Berkaca dari berbagai fenomena semacam inilah, maka jika pendidikan di Indonesia ingin tetap berkualitas harus secepat mungkin dilakukan terobosan baru dan perubahan. Jika perlu perombakan secara menyeluruh menganai berbagai kebijakan yang diterapkan harus segera diterapkan.

Salah satu langkah yang harus diambil oleh pemerintah untuk menjaga eksistensi dan memperbaiki kualitas pendidikan menurut Dr. H M Zaenuddin M. Pd (2008) adalah harus segera dilakukan sebuah reformasi ulang ”revolusi” secara mendasar (mind set pelaku) pada semua komponen dalam berbagai sistem pendidikan di Indonesia. Perubahan orientasi pendidikan tidak hanya berkutat pada perubahan kurikulum semata, namun yang terpenting saat ini adalah adanya “revolusi” sikap mental, pola pikir dan perilaku pelaku pendidikan (aparat, pengelola dan pengguna pendidikan). Kebijakan ini dilakukan agar dapat mewujudkan pendidikan yang lebih demokratis, memiliki keunggulan komparatif dan kompetetif, memperhatikan kebutuhan daerah, mampu mengembangkan seluruh potensi lingkungan dan potensi peserta didik serta lebih mendorong peran aktif dari masyarakat. Untuk mendukung pencapaian kondisi tersebut, pengelola pendidikan hendaknya memiliki pemahaman konsep pendidikan yang komprehensif.

Seiring dengan pesatnya perkembangan di era global, pergeseran orientasi pendidikan dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang unggul harus dilakukan secara fundamental dan populis dengan mendasarkan pada sistem nilai yang dimiliki. Sehingga mampu mewujudkan pendidikan yang beroreintasi pada kesejahteraan dan masa depan bangsa dimasa mendatang. Pemerintah dalam wilayah praksisnya harus mampu untuk mengambil kebijakan dan keputusan yang tegas dalam menangani masalah pendidikan di Indonesia. Sebab bagaimanapun juga pendidikan di Indonesia sedang berhadapan dengan jurang yang sangat terjal. Dengan situasi yang semacam ini maka harus dengan segera mengambil keputusan yang mampu untuk menghindarkan dari bahaya yang mengancam.

Sebab bagaimanapun juga, sejalan dengan era informasi dalam dunia global ini, pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan berbangsa-negara. Pendidikan merupakan salah satu bidang tumpuan dan harapan utama dalam peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia untuk terus maju dan berkembang. Sehingga mampu untuk menghadapi proses globalisasi di seluruh aspek dalam kehidupan tanpa ada tendensi dari luar.

Jumat, 13 Agustus 2010

RELEVANSI FILSAFAT ILMU DENGAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

A. PENDAHULUAN

Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut dengan berfilsafat.

Menurut Suriasumantri (2005:35), Setiap pembahasan tentang gejala atau objek sesuatu ilmu pengetahuan (manajemen pendidikan), paling sedikit kita pertanyakan (1) apa hakikat gejala/objek itu (landasan ontologis), (2) bagaimana cara mendapatkan atau penggarapan gejala/objek itu (landasan epistemologis), (3) apa manfaat gejala/objek itu (landasan aksiologis).

Malalui metode filsafat maka dapat melahirkan ilmu pengetahuan, perkembangan ilmu pengetatahuan dewasa ini adalah berkat adanya berfikir secara filsafati. Proses filsafat secara seistematik adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada dalam realitas sosial. Oleh karena itu pembahasan ini mengaitkan filsafat dengan manajemen pendidikan sehingga persoalan-persoalan yang terkait dengan manajemen dapat dijawab secara sistematis dan rasional.

B.RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimanakah landasan ontologis manajemen pendidikan?
2.Bagaimana landasan epistemologis manajemen pendidikan?
3.Apa manfaat atau landasan aksiologis manajemen pendidikan?.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Landasan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi (pragmatis) dalam Managemen pendidikan mempunyai peran penting dalam :

1.Menentukan nilai-nilai filosofis dalam pengembangan manajemen pendidikan.

2.Dasar ontologi manajemen pendidikan adalah objek materi manjemen pendidikan ialah sisi manajemen yang mengatur seluruh kegiatan kependidikan, yaitu, Perencanaan, pengorganisasian, Pengerahan (motivasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, komonikasi, koordinasi, dan negoisasi serta pengembangan organisasi) dan pengendalian(Meliputi Pemantauan,penilaian, dan pelaporan.

3.Dasar epistemologis diperlukan dalam manajemen pendidikan atau pakar ilmu pendidikan demi mengembangkan ilmunya secara produktif dan bertanggung jawab.

4.Dasar Aksiologis Managemen Pendidikan adalah Kemanfaatan teori Manajemen pendidikan tidak hanya perlu sebagai ilmu yang otonom tetapi juga diperlukan untuk memberikan dasar yang sebaik-baiknya bagi pendidikan sebagai proses pembudayaan manusia secara beradab. Oleh karena itu nilai manajemen pendidikan.

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka setiap pembahasan mengenai ilmu pengetahuan diharapkan melalui kajian landasan filosofis, yaitu ontologi, epistemologi dan aksiologi agar supaya upaya dan usaha yang menjadi program dalam manajemen pendidikan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Husaini Usman, Manajemen ( Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan ), Yogjakarta, 2006

7 JURUS MENJADI GURU YANG BAIK

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

1. Persiapkan bahan pelajaran dengan mempelajarinya berulang-ulang. Jangan mengandalkan bahwa kita sudah pernah mempelajarinya karena apa yang kita ketahui dahulu pasti sebagian sudah terhapus dari ingatan kita.

2. Carilah urutan yang logis dari tiap bagian dalam pelajaran yang dipersiapkan tersebut. Setiap pelajaran selalu berangkat dari pengertian-pengertian dasar yang sederhana baru ke tingkat pengertian yang tinggi. Pelajari urut-urutan yang logis dari pelajaran yang dipersiapkan tersebut sampai terwujud suatu pengertian yang dapat saudara uraikan dengan kata-kata sendiri.

3. Carilah analogi atau ilustrasi untuk mempermudah penjelasan fakta-fakta dan prinsip-prinsip yang sulit dimengerti oleh siswa. Khususnya prinsip-prinsip abstrak.

4. Carilah hubungan antara apa yang diajarkan dan kehidupan sehari-hari siswa. Hubungan-hubungan inilah yang akan menentukan nilai praktis penerapan dari pelajaran itu.

5. Gunakan sebanyak mungkin sumber referensi berupa buku-buku atau bahan-bahan yang sesuai, tetapi pahami dahulu sebaik-baiknya sebelum menyampaikan kepada siswa.

6. Harap diingat bahwa lebih baik mengerti sedikit, tetapi benar-benar mantap daripada mengetahui banyak, tetapi kurang mendalam.

7. Sediakan waktu yang khusus untuk mempersiapkan tiap pelajaran sebelum berdiri di depan kelas. Dengan persiapan matang, kita akan semakin menguasai pengetahuan dan gambaran apa yang diajarkan akan semakin jelas.

PENTINGNYA PENDIDIKAN

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan-pesan konstitusi, serta sarana dalam membangun watak bangsa (nation character buliding). Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian, dan kreativitas.

Bangsa Indonesia bisa merdeka juga juga tak lepas dari peran pendidikan. Para Pahlawan Pendidikan seperti Ki hajar Dewantara, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker merupakan bukti peran pendidikan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Mereka merintis pendidikan nasional dengan mendirikan Taman siswa pada tahun 1922, dan secara bertahap meningkatkan pemahaman, kesadaran, serta kecerdasan masyarakat Indonesia, sehingga menjadi bangsa yang merdeka, dan berdaulat seperti sekarang ini.

Menyadari hal tersebut, untuk mewujudkan masyarakat madani dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang lebih demokratis, transparan, dan menjunjung tinggi Hak Azasi manusia, hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Hanya melalui pendidikan yang benar bangsa ini dapat membebaskan diri dari belenggu krisis multidimensi yang berkepanjangan. Melalui pendidikan, bangsa ini dapat membebaskan masyarakat dari kemiskinan, dan keterpurukan. Melalui pendidikan pula, bangsa ini mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki rasa percaya diri untuk bersanding dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia bahkan dalam era kesemrawutan global.

Tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa Indonesia akan terus tenggelam dalam keterpurukan. Tanpa pendidikan yang memadai, bangsa Indonesia akan terus dililit dari kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai dan sejahtera.

Persoalannya, pendidikan yang bagaimanakah yang harus dikembangkan untuk membebaskan masyarakat dari keterpurukan, agar dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta membebaskan bangsa dari ketergantungan terhadap negara lain. Jawabannya sederhana, yakni pendidikan yang dapat mengembangkan potensi masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan, serta membangkitkan nafsu generasi bangsa untuk menggali berbagai potensi, dan mengembangkan secara optimal bagi kepentingan pembangunan masyarakat secara utuh dan menyeluruh. Pendidikan demikianlah yang mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas serta memiliki visi, transparansi, dan pandangan jauh ke depan; yang tidak hanya mementingkan diri dan kelompoknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan negara dalam berbagai aspek kehidupan.

Kamis, 12 Agustus 2010

HAKIKAT PENDIDIKAN

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berfikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.

Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah Subhanaha watta’alla dengan suatu bentuk akal pada diri manusia yang tidak dimiliki mahluk Allah yang lain dalam kehidupannya, bahwa untuk mengolah akal pikirnya diperlukan suatu pola pendidikan melalui suatu proses pembelajaran.

Berdasarkan undang-undang Sisdiknas No.20 tahun 2003 Bab I, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut William F (tanpa tahun) Pendidikan harus dilihat di dalam cakupan pengertian yang luas. Pendidikan juga bukan merupakan suatu proses yang netral sehingga terbebas dari nilai-nilai dan Ideologi.

Kosasih Djahiri (1980 : 3) mengatakan bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).

Dari pengertian tersebut bahwa pendidikan merupakan upaya yang terorganisir memiliki makna bahwa pendidikan tersebut dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama didalam proses pendidikan itu. Berencana mengandung arti bahwa pendidikan itu direncanakan sebelumnya, dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang disiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan itu terus menerus sepanjang hayat, selama manusia hidup proses pendidikan itu akan tetap dibutuhkan, kecuali apabila manusia sudah mati, tidak memerlukan lagi suatu proses pendidikan.

Selanjutnya diuraikan bahwa dalam upaya membina tadi digunakan asas/pendekatan manusiawi/humanistik serta meliputi keseluruhan aspek/potensi anak didik serta utuh dan bulat (aspek fisik–non fisik : emosi–intelektual ; kognitif–afektif psikomotor), sedangkan pendekatan humanistik adalah pendekatan dimana anak didik dihargai sebagai insan manusia yang potensial, (mempunyai kemampuan kelebihan – kekurangannya dll), diperlukan dengan penuh kasih sayang – hangat – kekeluargaan – terbuka – objektif dan penuh kejujuran serta dalam suasana kebebasan tanpa ada tekanan/paksaan apapun juga.

Melalui penerapan pendekatan humanistik maka pendidikan ini benar-benar akan merupakan upaya bantuan bagi anak untuk menggali dan mengembangkan potensi diri serta dunia kehidupan dari segala liku dan seginya.

Menurut Ki Hadjar Dewantara terdapat lima asas dalam pendidikan yaitu :

1. Asas kemerdekaan; Memberikan kemerdekaan kepada anak didik, tetapi bukan kebebasan yang leluasa, terbuka (semau gue), melainkan kebebasan yang dituntun oleh kodrat alam, baik dalam kehidupan individu maupun sebagai anggota masyarakat.

2. Asas kodrat Alam; Pada dasarnya manusia itu sebagai makhluk yang menjadi satu dengan kodrat alam, tidak dapat lepas dari aturan main (Sunatullah), tiap orang diberi keleluasaan, dibiarkan, dibimbing untuk berkembang secara wajar menurut kodratnya.

3. Asas kebudayaan; Berakar dari kebudayaan bangsa, namun mengikuti kebudyaan luar yang telah maju sesuai dengan jaman. Kemajuan dunia terus diikuti, namun kebudayaan sendiri tetap menjadi acauan utama (jati diri).

4. Asas kebangsaan; Membina kesatuan kebangsaan, perasaan satu dalam suka dan duka, perjuangan bangsa, dengan tetap menghargai bangsa lain, menciptakan keserasian dengan bangsa lain.

5. Asas kemanusiaan; Mendidik anak menjadi manusia yang manusiawi sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan.

Menurut Tilaar (2000 : 16) ada tiga hal yang perlu di kaji kembali dalam pendidikan.

Pertama, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. Dengan membatasi pendidikan sebagai schooling maka pendidikan terasing dari kehidupan yang nyata dan masyarakat terlempar dari tanggung jawabnya dalam pendidikan. Oleh sebab itu, rumusan mengenai pendidikan dan kurikulumnya yang hanya membedakan antara pendidikan formal dan non formal perlu disempurnakan lagi dengan menempatkan pendidikan informal yang justru akan semakin memegang peranan penting didalam pembentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan global yang terbuka.

Kedua, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. Pengembangan seluruh spektrum intelegensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniyahnya perlu diberikan kesempatan didalam program kurikulum yang luas dan fleksibel, baik didalam pendidikan formal, non formal dan informal.

Ketiga, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sindhunata (2000 : 14) bahwa tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (educated and Civized human being).

Dengan demikian proses pendidikan dapat kita rumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi yang berakar pada nilai-nilai moral dan agama, yang berlangsung baik di dalam lingkungan hidup pribadi, keluarga, masyarakat dan bangsa, kini dan masa depan.

Untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani yang diridhoi Allah SWT tentu memerlukan paradigma baru. Paradigma lama tidak memadai lagi bahkan mungkin sudah tidak layak lagi digunakan. Suatu masyarakat yang religius dan demokratis tentu memerlukan berbagai praksis pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang religius dan demokratis pula. Masyarakat yang tertutup, yang sentralistik, yang mematikan inisiatif berfikir manusia dan jauh dari nilai-nilai moral dan agama Islam bukanlah merupakan pendidikan yang kita inginkan.

Pada dasarnya paradigma pendidikan nasional yang baru harus dapat mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global dengan tetap memiliki keyakinan yang kuat terhadap Allah dan Syariatnya. Paradigma tersebut haruslah mengarah kepada lahirnya suatu bangsa Indonesia yang bersatu, demokratis dan religius yang sesuai dengan kehendaknya sebagai wujud nyata fungsi kekhalifahan manusia dimuka bumi.

Oleh sebab itu, penyelenggaraan pendidikan yang sentralistik dan sekurelistik baik di dalam manajemen maupun di dalam penyusunan kurikulum yang kering dari nilai-nilai moral dan agama harus diubah dan disesuaikan kepada tuntutan pendidikan yang demokratis dan religius. Demikian pula di dalam menghadapi kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, maka proses pendidikan harus mampu mengembangkan kemampuan untuk berkompetensi di dalam kerja sama, mengembangkan sikap inovatif dan ingin selalu meningkatkan kualitas.

Demikian pula paradigma pendidikan baru bukanlah mematikan kebhinekaan malahan mengembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan mayarakat dan bangsa Indonesia.

RESEP AGAR GURU SIAP MENGHADAPI TANTANGAN JAMAN

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Berikut ini adalah resep agar guru bisa bekerja seirama dengan arus perubahan abad 21 dan mampu menjadi fasilitator bagi siswa-siswinya menghadapi tantangan jaman

1. Guru memiliki antusiasme, rasa kasih sayang dan kemampuan berpikir merdeka dan mandiri. Tanpa hal di atas guru hanya akan menjadi orang yang kerjanya menunggu instruksi dan perintah. Antusiasme membuat guru menjadi bersemangat, kasih sayang pada siswa akan membuat ia tahu mana yang paling baik untuk siswanya dan bersedia mengambil risiko.

2. Menguasai teknologi, bukan untuk menjadi guru yang ahli komputer, tetapi guru perlu mengetahui dan mempelajari teknologi agar bisa maksimal dalam membantu siswa belajar melalui modalitas belajar yang siswa punyai.

3. Guru-guru yang hebat juga manusia biasa, kadang mereka telat datang ke sekolah dan melakukan kerja lembur jika pekerjaan menumpuk. Namun satu hal yang membedakan ia dari guru lain adalah dedikasi dan semangatnya dalam membelajarkan siswa.

4. Kesediaan dan kemauan untuk berkolaborasi dan mengatakan dirinya orang yang tidak tahu segala. Tidak ada orang yang ahli dalam segala hal. Tetapi karena itulah guru menjadi mau berubah dan bersedia bekerja sama dengan pihak mana saja demi menghasilkan pembelajaran yang terbaik di kelas.

5. Bersedia menjadi contoh pembelajar seumur hidup dengan bersedia untuk mengakui bahwa dirinya ‘tidak tahu segalanya’. Guru yang hebat bahkan bersedia mengakui batas-batas pengetahuannya sebagai guru.

6. Pendidikan diperlukan untuk membekali anak-anak untuk hidup di masa depan. Jika kita amati dunia dewasa ini, di mana kerja tim dan berkolaborasi adalah penting. Hal lain yang tidak kalah penting keterampilan komunikasi antarpribadi, atau keterampilan personal. Anak-anak melihat dan mengamati guru-guru mereka. Sebagai teladan, kita perlu menunjukkan contoh dalam bekerja sama untuk mencapai hal-hal besar.

7. Mau belajar untuk berkomunikasi secara efektif dengan siswa. Berusaha menanggapi ketakutan, kegelisahan dan kekhawatiran siswa dalam perjalanan mereka sebagai pembelajar dengan cara yang baik.

8. Berusaha untuk menjadi guru yang fleksibel dalam hubungan pribadi dengan siswa, tetapi kaku pada tugas dan standar yang terbaik untuk siswa. Punya hati yang seluas samudera untuk siswanya, cukup lebar untuk menutupi seluruh masalah pribadi, sosial, dan aspek-aspek akademik dari setiap siswanya di kelas,

9. Mau belajar kepada siswa. Guru yang siap menhadapi abad 21 bahkan menjadikan siswanya yang lebih tahu kepada satu hal sebagai mentornya.

10. Tidak mudah menyerah pada siswa yang tidak punya motivasi. Kemampuan untuk memotivasi siswa sudah sepantasnyalah dimiliki oleh setiap guru karena guru yang baik akan berhenti mengajar dan lebih fokus mendidik siswanya apabila mereka punya masalah yang membuatnya tidak termotivasi dalam belajar.

KODE ETIK GURU


Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

ETIKA GURU

Etika berasal dari bahasa Yunani, kata Yunani Etos sebagai bentuk tunggal berarti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebaikan, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir. Dalam bentuk yang jamak etos menjadi ta eta artinya agar kebiasaan. Arti terakhir inilah menjadi latarbelakang bagi terbentuknya etika. Jika kita membatasi asal-asal kata ini (etimologis) maka etika berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu ttentang adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan etika adalah moral. Kata moral berasal dari bahasa Latin mos, kata jamaknya adalah mores yang berarti juga kebiasaan, adat jadi etimologi kata etika sama dengan etimologi kata moral, karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat kebiasaan. Hanya asal bahasanya yang berbeda.
Dalam KBBI etika dibedakan dalam 3 arti, yaitu:
1. Ilmu tentang apa yang baik & yang buruk & tentang hak kewajiban moral (akhlak).
2. Tumpuan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3. Nila mengenai benar & buruk yang dianut suatu golongan masyarakat.

K.Bartens (1993) mengemukakan etika dalam 3 arti:
1. Nilai2 & moral2 yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya dengan kata lain sebagai sistem nilai.
2. Kumpulan asas nilai nilai yag dimaksudkan disini adalah kode etik.
3. Ilmu tentang yang baik dan buruk.

Adapun pengertian moral itu sendiri adalah niali-nilai & norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Yang dimaksud dengan kode dalam kode etik dalam kamus Pendidikan Internasional kode berarti:
1. Kumpula atau intisari dari undang-undang.
2. Kaidah-kaidah moralitas & perilaku sosial yang telah diterima oleh suatu masyarakat.

Dalam KBBI kode etik diartikan norma & asas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan ukuran tingkah laku. Dorothy mengemukakan bahwa suatu kode etik adalah pernyataan formal mengenai norma-norma tingkah laku yang ditetapkan oleh suatu organisasi profesi.

KARAKTERISTIK KODE ETIK TENAGA KEPENDIDIKAN
Karakteristik kode etik tenaga kependidikan mengandung sejumlah komitmen, yaitu:
1. Komitmen terhadap ideologi Pancasila.
2. Komitmen terhadap diri sendiri, dalam arti senan tiasa mengembangkan kemampuan / keahlian sesuai dengan tuntutan jaman. Disamping itu juga mengembangan kepribadiannya sebagai suatu kesatuan yang harmonis dinamis sehingga dirinya menjadi suri tauladan khususnya peserta didik dan masyarakat pada umumnya.
3. Komitmen terhadap peserta didik, dalam kaitannya mengantar anak didiknya sebagai manusia Indonesia seutuhnya yang dapat melaksanakan kehidupannya dalam pergaulannya dengan sesamanya atau dunia.
4. Komitmen terhadap masyarakat sebagai pendukung tanggung jawab pendidikan & pemberi kepercayaan kepada anggota-anggota profesi kependidikan dalam mengembangan misinya.
5. Komitmen terhadap peningkatan & pengembangan mutu serta layanan profesinya mengingat dinamika tuntutan & perkembangan kualitas kehidupan masyarakat sejalan perkembangan ilmu & tekhnologi baik dalam konteks nasional maupun global.
6. Komitmen terhadap pemerintah mendukung & melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah khususnya dalam bidang pendidikan.


Fungsi kode etik tenaga kependidikan.
1. Sebagai kompas yang menunjukan arah moral bagai tenaga kependidikan & sekaligus menjamin mutu moral profesi kependidikan dimata masyarakat.
2. Sebagai perjanjian & kewajiban asasi bagi tenaga kependidikan untuk senantiasa meningkatkan mutu akademi & mutu profesionalnya dalam menghadapi tantangan jaman dan dalam memberi pelayanan kepada anak didik.
3. Sebagai acuan untuk pengawasan terhadap pelanggar kode etik tenaga kependidikan.

PENGERTIAN PROFESI

Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan keahlian dari para anggotanya. Keahlian ini tidak dapat dimiliki oleh setiap orang yang tidak terlatih dan disiapkan secara khusus untuk melakukan tersebut.

Profesi dapat dibedakan dua macam yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur. Penekanan profesi pada umumnya adalah mencari nafkah hidup dengan mempraktekan keahliannya, sedangkan profesi luhur lebih mengutamakan pada pengabdian pada masyarakat luas.

Ciri-ciri profesi:
1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial yang krusial / peting.
2. Adanya tuntutan penguasaan keahlian atau keterampilan khusus pada tingkat tertentu.
3. Perolehan keahlian atau keterampilan pada butir ke 2 bukan hanya dilakukan, tetapi melalui pemecahan masalah atau penanganan situasi kritis melalui penggunaan metode ilmiah.
4. Suatu profesi mempunyai batang tubuh disiplin ilmu yg jelas, sistematis dan eksplisit.
5. Penguasaan profesi membutuhkan masa pendidikan yg relatif lama yaitu pada jejang perguruan tinggi selama 4 tahun setelah SLTA.
6. Proses pendidikan yg ditempuh juga merupakan wahana bagi sosialisasi nilai-nilai profesional diklangan mahasiswa yang mengikutinya.
7. Dalam memberikan pelayanan masyarakat & klien seseorang profesional berpegang teguh pada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi dan setiap pelanggaran kode etik dapat dikenakan sanksi.
8. Anggota sesuatu profesi mempunyai kebeasan untuk menetapkan judgement (pendapat) nya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan sesuatu dalam lingkup kerjanya.
9. Tanggung jawab profesional adalah komitmen kepada profesi berupa pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat atau klien & praktek profesional ini otonomi campur tangan pihak luar.
10. Sebagai imbalan dari profesi pendidikan & latihannnya yang lama dan komitmen kepada seluruh jasa / pekerjaan seseorang profesional prestisie yg tinggi dimata masyarakat & karenannya berhak mendapat imbalan yang layak.
11. Untuk melindungi masyarakat dari perbuatan keliru / jahat atau malpraktek suatu profesi maka harus ada ujian, khusus untuk bisa menjalankan suatu profesi.
12. Tahun profesional menjadi anggota suatu organisasi
13. Adanya kaidah & standar moral yang sangat tinggi.
14. Mengutamakan kepentingan masyarakat.

KEPENDIDIKAN SEBAGAI PROFESI

Dengan melihat konsep profesi diatas maka terdapat kesamaan-kesamaan pandangan antara kependidikan dengan konsep profsi diatas.
Tujuan didirikannya organisasi profesi adalah:
1. Untuk menjaga & melindungi martabat profesi & kepentingan profesional para anggotanya.
2. Untuk menentukan standar profesional yang meningkatkan cara melaksanakan tugas-tugas profesi.
3. Untuk meningkatkan komunikasi antar aggota profesional.
4. Untuk memperluas pengetahuan sesuai bidang profesi yang diketahui.

Disamping itu setiap organisasiprofesi juga memiliki etika profesi (kode etik) sebagai acuan yang harus diikuti oleh semua anggotanya dalam mempraktekkan profesinya. Ada beberapa organisasi profesi kependidikan yang tertua dan terbesar adalah Persatuan guru republik Indonesia (PGRI), yg didirikan pada tanggal 25 november 1945. Organisasi kependidikan lainnya adalah Ikatan Sarjana kependidikan Indonesia (ISKI) yang menyelenggarakan kongres pertama 17-19 mei 1984.

KODE ETIK
Kode etik guru RI dirumuskan oleh Kongres Persatuan Guru RI (PGRI) ke 13 pada tahun 1973 di Bandung. Kode etik guru RI ini kemudian direvisi atau disempurnakan pada kongres ke 16 pada tahun 1989 di Jakarta, dari rumusan hasil kongres ke 16 tahun 1989 terdiri atas 9 butir sebagai berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila.
2. Guru memiliki & melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan & pembinaan.
4. Guru menciptakan suasana sekolah yang sebaiknya menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid & masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta & rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi & bersama-sama mengembangkan & meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesinya semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Kamis, 05 Agustus 2010

PROFIL MADRASAH TSANAWIYAH ARRAFIIYAH

Oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Sesuai Pasal 31 UUD 1945 Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Sementara itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Madrasah Tsanawiyah (MTs) Arrafiiyah berdiri tahun 1987, berada di Sinarmulya 2/5 No. 46 Ciomas Bogor yang terletak ± 10 km dari ibu kota kabupaten Bogor ke arah selatan. Letak sekolah yang jauh dari keramaian sangat mendukung proses kegiatan belajar mengajar. Kondisi ekonomi nasional yang akhir-akhir ini cenderung tidak stabil, ditandai dengan semakin melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, sangat berpengaruh sekali terhadap dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di MTs Arrafiiyah yang mayoritas mata pencaharian orang tua / wali muridnya adalah pengrajin sepatu dan sandal.

Namun meskipun kondisi ekonomi masyarakat yang demikian ini, tidak menjadi penghalang bagi orang tua / wali murid untuk menyekolahkan anaknya, sebagai wujud kesadarannya pada program pemerintah dalam menyukseskan wajib belajar 9 tahun, sehingga setiap tahun animo lulusan SD/MI untuk masuk di MTs Arrafiiyah selalu melebihi daya tampung. Di kecamatan Ciomas terdapat 11 sekolah tingkat menengah pertama, yang terdiri dari 7 Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan 4 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini sangatlah mendukung untuk berkompetisi positif dengan tidak mengenyampingkan segi kebersamaan, sebagai ciri khas masyarakat di lingkungan pedesaan, yang pada akhirnya akan tecipta situasi yang aman yang sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Diharapkan 5 tahun yang akan datang kondisi masyarakat Ciomas akan meningkat lagi kepeduliannya terhadap dunia pendidikan, untuk membekali anak dalam menghadapi era globalisasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ditinjau dari segi mutu, pendidikan di MTs Arrafiiyah termasuk baik, perolehan NEM dari tahun ke tahun selalu meningkat, hal ini tidak lepas dari do'a dan perjuangan dari kepala sekolah dan guru yang kreatif dan inovatif dalam proses kegiatan pembelajaran. Diantara yang menunjang keberhasilan pendidikan di MTs Arrafiiyah adalah sumber daya guru yang mayoritas berkualifikasi sarjana ( S1), dan juga penerapan manajemen partisipatif dan keterbukaan sebagaimana yang diamanatkan dalam MBS. Kondisi yang demikian bukan berarti tanpa kendala, mengingat masih belum tercukupinya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pembelajaran, diantaranya keterbatasan laboratorium, perpustakaan, serta kondisi siswa yang berasal dari lingkungan yang berbeda-beda.

Sekolah yang mampu mencapai 8 Standar Nasional Pendidikan adalah menjadi cita-cita MTs Arrafiiyah. Jika kondisi-kondisi pendukung pendidikan yang berupa lingkungan sosial, politik, keamanan dan ekonomi semakin membaik diharapkan mutu pendidikan di MTs Arrafiiyah akan semakin baik ditandai dengan makin dekatnya pencapaian visi sekolah.

Rabu, 04 Agustus 2010

MANFAAT IKUT KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Perlu diketahui bagi orang tua siswa bahwa pada saat anak Anda memasuki sekolah baru, apakah itu SD/MI, SMP/MTs, atau SMA/Aliyah, Anda perlu tahu, paling tidak bertanya kepada Kepala Sekolah atau Wakasek Kesiswaan : Apa saja kegiatan Ekstrakurikuler yang diseleggarakan oleh sekolah ..?

Sekarang banyak sekolah yang menyelenggarakan banyak kegiatan ekstrakurikuler (ekskul), baik itu Sekolah Negeri ataupun Swasta karena sekarang Dana BOS dapat dialokasikan untuk mendanai kegiatan tersebut.

Macam-macam kegiatan ekstrakurikuler :
1. Basket Ball
2. Futsal
3. Volly
4. Jurnalistik
5. Fotografi
6. Mading
7. English Club
8. Band
9. Tata Boga
10. Melukis
11. Paskibra
12. Palang Merah Remaja
13. Pramuka
14. Paduan Suara
15. Bahasa Arab
16. Pimpong
17. Bulu Tangkis
18. Bina Iman
19. Modern Dance
20. Marsching Band
21. Seni Drama
22. Debat
23. Catur
24. Klp.Elektronika
25. Desain Grafis
26. Taekwando
27. Wusu
28. Tarian Tardisional
29. Dan sterusnya…

Dari penjelasan ataupun contoh kegiatan ekskul di atas, kegiatan tersebut merupakan satu kesatuan dengan intrakurikuler, artinya kegiatan ekskul merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kegiatan intrakurikuler . Kegiatan intrakurikuler merupakan teori, sedangkan kegiatan ekskul adalah kegiatan praktek (bahasa awamnya.

Kenyataan di lapangan bahwa ada sekolah yang kurang mempedulikan kegiatan ekskul tersebut bahkan jarang dikontrol oleh pimpinan, dengan anggapan bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan setelah jam intrakurikuler selesai, jadi atensinya kurang.

Seandainya saja kita mau meluangkan waktu bertanya kepada alumnus sekolah kita, apa yang paling berkesan saat siswa tersebut mengenyam ilmu di sekolah kita ? Kebanyakan siswa menjawab : Saya bisa seperti ini (siswa yang sukses dalam karir) karena dulu waktu sekolah di sini saya mendapat kegiatan ekstrakurikuler ini…ini…lalu siswa tersebut langsung bertanya kemana sekarang bapak/Ibu pembimbingnya dulu…? Memang ada siswa mengatakan waktu saya belajar dulu ditanamkan hal ini…ini….

Sekarang kembali ke judul : Apa sih manfaatnya ikut kegiatan Ekstrakurikuler…?
Manfaat ikut kegiatan ekstrakurikuler adalah :
1. Siswa terlatih dalam satu organisasi.
2. Siswa terlatih dalam suatu kegiatan EO (Even Organizer).
3. Siswa terlatih menjadi seorang pemimpin.
4. Siswa terlatih berinteraksi dengan dunia luar (maksudnya luar sekolah).
5. Siswa terlatih mempunyai suatu ketrampilan, untuk dikembangkan di masa depan.
6. Siswa terlatih menghargai kelebihan orang lain.
7. Siswa terlatih menghadapi tantangan yang datang.
8. Siswa terlatih membuat relasi yang langgeng (Interpersonal)
9. Siswa termotivasi akan cita-citanya /karir yang akan ia raih.
10. Siswa terlatih menghargai gurunya.
11. Tanpa disadari siswa merasa bertanggungjawab atas kemajuan sekolahnya.
12. Siswa menghargai jerih payah orang tuanya.
13. Siswa berwawasan internasional.

Jelas, bukan dengan mengikuti kegiatan ekskul tersebut siswa akan mempunyai banyak ketrampilan dan pengetahuan. Sebagai orang tua juga dihimbau mau bertanya kepada putra-putrinya tentang apa saja kegiatan ekstrakurikuler yang ia ikuti, dan ikut bertanggung jawab akan kegiatan tersebut, artinya jangan samapi orang tua melarang atau membiarkan putra-putrinya tidak mengikuti kegiatan tersebut.

Jelasnya, dengan mengikuti kegiatan ekskul tersebut, banyak manfaatnya…………!!!!!!!!

Selasa, 03 Agustus 2010

KEPEMIMPINAN SEORANG KEPALA SEKOLAH


oleh H. Akbar
Ketua Yayasan Arrafiiyah

Menjadi seorang Kepala Sekolah tidaklah cukup hanya berbekal IQ yang bagus, tetapi Kepala Sekolah harus dibekali tentang kepemimpinan, dengan demikian pada saat melaksanakan tugas harus berjalan sesuai Program, Visi, dan Misi sekolahnya. Kepemimpinan seorang Kepala Sekolah sangat berpengaruh di dalam suasana kerja, komunikasi, dan motivasi untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan ( Visi, Misi ). Sekolah akan berjalan efektif dan efesien, dan mempunyai kualitas bila dipimpin seorang Kepala Seklah yang mempunyai kepemimpinan yang baik juga.

Wahjosumidjo ( 1999 : 17 ) mengatakan kepemimpinan diterjemahkan ke dalam istilah : sifat-sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain., pola interaksi, hubungan kerjasama antarperan, kedudukan satu jabatan administratif, dan persepsi dan lain-lain legitimasi pengaruh. Dari apa yang dipaparkan oleh Wahjosumidjo sangat jelas kepemimpinan mempunyai perilaku pribadi yang artinya Kepala Sekolah dapat menjadi panutan terhadap rekan guru dan tenaga administratifnya. Perilaku pribadi yang lain adalah tentang kejujuran ( Transparansi ). Transparansi adalah suatu kekuatan yang sangat besar pengaruhnya terhadap bawahannya. Transparansi membawa suasana yang kondusif, sehimgga setiap orang tidak lagi berasumsi kea rah yang negatip. Dari pengalaman penulis ketransparansian membawa suasana yang sangat kondusif, di mana setiap orang saling percaya. Tentu suasana seperti inilah yang membuat orang kerasan terhadap tugasnya. Transparansi inilah menciptakan hubungan kerjasama antarperan. Suasana-suasana seperti ini memudahkan seorang Kepala Sekolah untuk memberikan pola-pola interaksi terhadap bawahannya. Proses kerja-sama antarindividu tersebut diatur dan dipelihara sedemikian rupa, sehingga diperoleh tindakan sama dalam rangka pencapaian tujuan bersama. Pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan antarindividu yang demikian, memrlukan adanya pihak yang berwewenang mengatur dan ada pula pihak yang mau diatur.

Apa yang dituliskan oleh Wahjosumidjo sejalan dengan Thomas Gordon (1986 : 8 ) mengatakan …sang pemimpin memberlakukan orang lain denga baik, sementara memberikan motivasi agar mereka menunjukkan performans yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Memberlakukan orang lain denga baik juga termasuk perilaku pribadi. Tentu setiap sekolah mempunyai harapan agar out put sekolah mempunyai kualitas yang dapat dibanggakan di tengah-tengah masyarakat. Out put tersebut dapat tercipta bila setiap orang mempunyai performans yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Sebagai pemimpin pendidikan, seorang Kepala Sekolah harus mampu membawa segenap rekan guru dan tenaga administrative lain sebagai rekan kerja.Dengan maksud agar guru mau mencapai tujuan sekolah yang bagi rekan guru dicapai melalui suatu mata pelajaran yang diampunya. Dengan kata lain seorang Kepala Sekolah harus berusaha mempengaruhi segenap rekan guru dan tenaga administratif lain agar mereka bersedia bertindak untuk mengembangkan kemampuannya lebih banyak dalam usaha mencapai tujuan sekolah.. Di samping itu seorang Kepala Sekolah juga harus mampu menolong para rekan kerjanya mencapai tujuan sekolah , memberi kesempatan kepada mereka untuk saling berbagi pengalaman sebelum menetapkan tujuan sekolah. Selain itu ia harus mampu mengembangkan rekan kerja dalam mengambil keputusan dan rela mengkader calon penggantinya.

Agar kegiatan ini dapat dialkasanakan denga hasil yang optimal, maka seorang Kepala Sekolah perlu melengkapi dirinya dalam masalah kepemimpinan, sehingga kualitas kepemimpinan semakin dapat diandalkan dan dinikmati oleh seluruh rekan kerjanya dan sekolah.

Timbul pertanyaan bagaimana sekolah yang dipimpin oleh Kepala Sekolah yang tanpa kepemimpinan ? Onong Uchjana Effendi ( 1992 : 2 ) mengatakan Kepemimpinan sebagai focus dari suatu proses kelompok ; Kepemimpinan sebagai pelaksanaan mempengaruhi ; Kepemimpinan sebagai hubungan kekuasaan . Dari keterangan ini jelas sekolah tidak akan berjalan dengan baik. Guru /Karuyawan berjalan tanpa ada suatu proses atau dengan kata lain Guru ? Karyawan berjalan sendiri-sendiri menurut seleranya masing-masing. Kepala Sekolah juga harus dapat membuat struktur sekolah agar jelas antara tugas, koordinasi, dan jalur komandonya. Sementara sekolah harus mempunyai arah dan tujuan, tentu ini harus dikelola dengan seni kepemimpinan. Dari jawaban ini jelas suatu sekolah harus dipimpin seorang Kepala Sekolah yang mempunyai pengetahuan tentang kepemimpinan.

Menurut Rudi Lack ( 2004 : 14 ) Pemimpin melatih kesabaran. Seorang Kepala Sekolah yang tergesa-gesa , gugup dan cepat marah,yang bertindak menurut dorongan hatinya , bukanlah pemimpin yang baik. Kepala Sekolah tidak boleh gegabah , sehingga kesalahan yang ia perbuat pasti akan lebih sedikit. Menimbang pro-kontranya harus menjadi bagian pola berpikir seorang pemimpin.

Dalam kepemimpinannya sebagai seorang Kepala Sekolah harus memiliki kemauan yang kuat, pantang mundur untuk mempenagruhi, menggerakkan bahkan membujuk. Dengan maksud agar mereka mau, rela, dan bersedia secara ihklas mengembangkan kemampuannya secara optimal demi pencapaian tujuan sekolah. Hal ini ditunjukkan dalam dirinya sendiri yang secara ihklas bekerja dalam usaha pencapaian tujuan sekolah, yang dirasakan sebagai miliknya, sehingga dirinya dapat memilki kemauan yang demikian dan rela bekerja keras berkat adanya komitmen moral yang tinggi dan visi yang jelas serta kepribadian yang utuh.

Seorang Kepala Sekolah harus mampu mengubah yang cenderung penuh konflik menjadi perubahan yang menyehatkan dan menyejahterakan . Hal ini dapat dilkasanakan oleh Kepala Sekolah memiliki komitmen moral, pandangan luas, jauh ke depan dan visioner. Karena visi itu akan membuat seorang Kepala Sekolah dapat menempatkan dirinya secara tepat dan mampu mencapai apa yang dapat dicapai oleh pihak lain tanpa perlu harus mengorbankan misi dan keunggulan yang menjadi cirri khasnya.

Perubahan-perubahan yang cenderung penuh konflik selain dapat berasal dari luar sekolah, dapat juga berasal dari dalam sekolah sendiri. Menurut Kepal Sekolah , perubahan yang berasal dari dalam sekolah sendiri terjadi karena masih ada perubahan antara yang kini dengan yang diharapkan. Untuk mencari cara baru yang dapat meningkatkan efektifitas da efesiensi kerja sekolah, maka seorang Kepala Sekolah sebagai pembaharu demi masa depan sekolah perlu memahami berbagai hal tentang pembaharuan. Berbagai hal tentang pembaharuan yang dimaskud antara lain sumber-sumber pembahruan, strategi, pembaharuan, kendala-kendala yang mungkin timbul dan langkah-langkah pembaharuan yang harus ditempuh.

Dalam kepemimpinan seorang Kepala Sekolah , harus tahu bagaimana mengkomunikasikan sebuah informasi, kebijakan, aturan, atau semacamnya kepada rekan guru dan tenaga administratif sekolah. Bagi seorang Kepala Sekolah unsu terakhir dari proses komunikasi tersebut yakni “ efek “ harus merupakan factor yang selalu mendapat perhatian.

Kepala Sekolah senantiasa harus bertanya apakah ada efeknya dan sejauh mana efek dari kegiatan komunikasi itu. Sukses atau tidaknya komunikasi tergantung pada efek dari kegiatan komunikasinya. Sudah tentu tergantung pada apa yang ia komunikasikan dan bagaimana ia mengkomunikasikannya.

KESIMPULAN.

Demikian paparan beberpa hal tentang kepemimpinan seorang Kepala Sekolah, tentang bagaimana mempengaruhi bawahannya, mengkomunikasikan informasi yang tepat, transparansi, membantu bawahan untuk mencapai tujuan sekolah.
Semoga tulisan ini dapat menambah wawasan calon Kepala Sekolah, untuk nantinya memimpin suatu sekolah.